Kamis, Februari 05, 2009

Khutbah Jumat (Keluarga Sakinah)

KELUARGA SAKINAH

Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., M.Sh.


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى أَيْضًا: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛


Jamaah shalat Jumat rahimakumullah…

Sakinah, secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang diambil dari tiga huruf Syin, kaf dan Nun Yang membentuk kata sakana yaskunu sukunan wasakiinatun yang berarti ketenangan dan diam. Ini menjadi simbol bahwa keluarga sakinah itu adalah keluarga yang didalamnya tidak pernah terjadi apa-apa, diam, tenang dan tidak pernah terdengar tanda-tanda keributan. Piring terbang tiudak pernah terdengar, kata-kata kotor, cacian dan makian tidak pernah terlontar dari mulut suami kepada isterinya, Isakan tangis isteri karena didzalimi oleh suami tidak pernah terdengar, orang tua dan mertuanya tidak pernah mendengar aduan kehidupan rumah tangga anak-anaknya. Anak-anaknyapun tidak pernah mengadu kepda orang tuanya dan mertuanya, tetanggatidakj p[ernah mendengar bantingan keras pintu atau centang prenang didalam keluarga yang sakinah.

Dalam bahasa Arab setiap kalimat yang tersusun dari huruf syin kaf dan nun itu pasti menunjukan ati ketenangan atau diam. Huruf sukun adalah huruf yang tidak kemana-mana atau selalu diam. Mulut kita dalam pelapalannya misalnya huruf ba, kalau dia fathahmulut kita agak ke atas, kalau dia kasrah berarti agak ke bawahdan begitu juga dhomah mulut agak sedikiut ke depan ( monyong ) Tetapi kalau sukun mulut kita diam saja tidak ke mana-mana ( tenang ).Maskan adalah isim makan ( tempatr )dari sakana yang artinya tempat tinggal. Maskan terdiri dari mim,sin,kaf dan nun kalimat ini diambil dari sin, kaf dan nun. Kenapa tempat tinggal dalam bahasas arab diantaranya adalah maskan ? Karena kalau orang masih dijalanan fikiran itu belum tenang sebelum sampai di rumah. Diperjalanan ia masih merasa was-was, tapi ketika sudah sampai ke rumah dia merasa tenang. Kemudian syikkin yang berarti pisau, lalu apa kaitannya pisau dengan kete4nangan ? kalau pisau digorokkan ke leher binatang ia akan tenanga karena sudah mati dan tidak bergerak ke mana-mana. Kemudian ada lagi miskiin yang berarti miskin atau tidak punya. Kenapa orang yang tidak punya itu disebut miskin ? karena dapurnya tenang tidak ada aktifita sdapur ngebul karena tidak ada yang dimasak. Jadi orang miskin dapurnya selalu tenang tidak ada aktifitas didalamnya. Oleh karena itu setiap huruf yang ada sin, kaf dan nun itu pasti menunjukan kepada ketenangan ataupun diam. Inilah indahnya dan hebatnya bahasa Arab yang mengenal istilah Musytaqqot yaitu kalimat-kalimat itu diambil dari asal katanya. Musytak adalah sumber pengambilan huruf. Bisa diartikan sebagai derivasi atau turunan kata.

Contoh lain dari mustaqqot ini adalah kata jin, jannah, majnuun dan janiin. Di dalam kata-kata tersebut terdapat huruf jim dan nun. Ternyata kata-kata ini mempunyai satu persamaan pengertian yaitu tidak nampak ataupun tertutup. Janin dalam perut ibu pasti tidka nampak, tidak terlihat didalamnya laki-laki ataupun perempuan secara kasat mata. Jannah ( Syurga ) arti asli dari jannah itu adalah kebun, Kenapa syurga itu dikatakan jannah ? Karena syurga itu berbentuk kebun yang sangat rindang sedemikian rindangnya. Tepi-tepi yang ada didepan, belakang, kanan dan kirinya, pohon-pohon yang tinggi sehingga apa yang ada didalam kebun itu tidka nampak karena tertutup oleh kerindangan pohon-pohon yang ada dipinggir-pinggirnya. Maka dari itu syurga dikatakan jannah karena apa yang ada didalamnya tidak terlihat. Jin juga tidka nampak oleh kasat mata. Majnun yang artiunya adalah orang gila. Kenapa orang gial dalam bahasa Arab dikatakan majnun ? karena otaknya tertutup, karena ketertutupan inilah akhirnya ia tidka bisa berfikir seperti orang-orang sehat.

Kembali ke pembahasan keluarga sakinah lagi, Keluarga kita bisa menjadi keluarg-keluarga sakinah dengan menempuh beberapa tahapan diantaranya :

Pertama, Keluarga itu harus ditempuh melalui pernikahan, kenapa hal ini perlu diungkapkan ? Karena di zaman yang penuh kenistaan ini orang enggan untuk menikah bahkan menggungat pernikahan, mereka berkata : untuk apa kita menikha kalau di dalamnya hanay centang prenang, lebih baik kumpul kebo, karena didalam kumpul kebo tidka ada ikatan, kalau umpama suatu saat kita sudah tidak senang, ya sudah, karena tidak ada ikatan. Gaya hidup barat pelan-pelan, sedikit demi sedikit masuk ke dalam budaya masyarakat kita. Kita lihat sekarang artis-artis nasional kita, yang namanya free sex, narkoba, Miras itu sduiah menjadi keseharian mereka, bahkan banyakj artis yang menikah setelah berbadan dua terlebih dahulu. Kita harus mengcover anak-anak kita agar terhindar dari hal-hal semacam itu.

Saya yakin dengan seyakin-yakinnya kalau ada keluarga yang tanpa ikatan mengakakan bahwa keluarga mereka bahagia,tentram dan damai ( sakinah ) itu pasti bohong ( non sen )atau hanya kebahagian semu belaka, dan pasti didalamnya terdapat begitu banyak permasalahan. Kenapa ? karena tidak adanya reasa tanggung jawab dan rasa saling memiliki antara pasangannya. Bagaimana dia mau bertanggung jawab sementara ikatan kekeluargaannya saja tidak ada. Karena itu, Islam mengajarkan kepada kita bahwa kalau kita menginginkan keluarga yang sakinah, maka yang haurs pertama kali kita lakukan adalah mengikat pasangan dengan ikatan perniukahan trerlebih dahulu. Kenapa harus ada pernikahan terlebih dahulu ? Syeikh Abdullah Nasiwulan di dalam kitabnya Tarbiyatul Islam Lil Aulad mengatakan bahwa pernikahan adalah :

  1. Fitrah Insaniyah.

Yaitu pernikahan adalah kebutuhan manusia, naluri dan naturenya manusia. Orang lapar pasti ingin makan,orang haus pasti ingin minum, begitu juga kalau laki-laki dan perempuan dewasa pasti menginginkan berhubungan dengan lawan jenis. Maka jalan untuk menyalurkannya adalah yatiu melalui jalan pernikahan. Pernikahan membedakan kita dengan binatang. Kalau binatang ingin melampiaskan nafsu, dia bebas melakukannya kapan saja dan dimanapun juga. Tapi manusia harus dengan peraturan yaitu dengan pernikahan untuk melegalkan pelampiasan hawa nafsu tersebut. Kerbau kalau ingin makan rumput dia bebas melakukannya tanpa bertanya terlebih dahulu apakah rumput ini rumput negara , rumput yayasan, ataukah rumput masyarakat, karena dia adakah binatang. Dengan begitu, kalau ada manusia yang makan harta tanpa bertanya, apakah harta ini milik rakyat, ataulkah milik negara, maka dia mentralnya sama saja dengan mentalk kerbau.

Untunglah kita menjadi umat Islam, karena ajaran Islam memahami betul tentang kebutuhan-kebutuhan manusia. Manusia butuh makan, maka Islam mengajarkan manusia bagaimana mencari nafkah yang baik dan benar, Islam mengajarkan manusia untuk bekerja keras denmi menghidupi diri dan keluarganya. Itu adalah refleksi dari ajaran agama kita yang mengajarkan kita bagaimana mencari nafkah. Manusia mempunyai libnido, manusia ingin menyalurkan hasrat libidonya, maka Islam mengaturnya dengan pernikahan. Pernikahan menghalalkan manusia untuk berhubungan intim dengan pasangannya masing-masing. Islam mengajrakan laki-laki yang sudha cukup umur untuk segera menikah karena hawatir terjerumus ke jurang kemaksiatan, Rasulullah saw bersabda :

Yaa ma’syaras syabaabi manistata’a minkumul baa’ahu falyatajawwaj

Wahai para pemuda barang siapa dintara kalian sduah mampu untuk menikah, maka menikahlah

Pemuda yang suidah mampu untuk menikah maka dia harus cepat-cepat menikah karena kalau tidka cepart menikah khawatir dia akan terperosok kedal;am jurang kemaksiatan. Cepatlah menikah jangan sampai lama-lama berpacaran, Karena kalausudahberpacaran wnaitanya yang menjadi korban, nasibnya persis seperti durian, Lihat orang kalkau mau beli durian, pasti dia pegang-pegang terlebih dahulu, dicium-cium bahkan dicobain, Syukur kalau duriannya itu dibeli tapi tidak sedikit juga durian yang telah dicobain tapi tidak jadi di beli. Ternyata nasib remaja-remaja puteri banyak yang bernasib sepertio durian, dicobain kemudian tidak jadi di beli.

Seperti inilah ajaran Islam , menganjurkan bagi yang sudah mampu untuk cepat-cepat menikah. Tapi di dalam ajaran agama-agama yang lain tokoh-tokoh Agamanya dilarang untuk menikah karena mereka beralasan bahwa itu akan mengganggu hubungan totalitas dengan tuhan. Kemudian dalam agama yang lainnya tokoh-tokoh agamanya tidak boleh menikah da ntidak boleh bergaya. Dia hanya boleh memakai pakaian tertentu dan kepalanyapun harus botak dan inipun boleh berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Tetapi Islam membolehkan umatnya bahkan tokoh-tokoh agamanya untruki menikah dan bergaya, maksudnya berpakaian dengan pakaian yang rapih, bersih dan berbau modis, itu boleh asal tidak menyalahi syariat.

Bukan hanya itu makan dagingpun tidak boleh dalam agama tertentu, karena daging menimbulkan tempramen dan syahwat seseorang menjadi tinggi, sehingga mengganggu hubungan totalitas dengan tuhan. Tapi kalau kita liyhat Ustadz-ustadz, kiyai malah mereka disuguhi dengan makanan yang enak-enak dan paling banyak karena dalam Islam itu boloeh-boleh saja asal tidak berlebihan.

  1. Masalah Ijtima’iyyah ( Maslahat kemasyarakatan )

Diantarea masalah Ijtima’iyyah itu antara lain yaitu muhofadzatul ansab untuk menjaga keturunan anak-anak kita supaya mempunyai keturunan yang jelas, dan setiap anak dinisbahkan kepada bapaknya karena sekarang ini banyak anak yang lahir tanpa mempounyai keturunan yang jelas bahkan keturunan rame-rame. Jadi proses pernikahan itu dalam rangka untuk menjagfa keturunan.

Dan kemudian tujuan dari pernikahan yang lainnya adalah agar kita terbebas dari penyakit menular diantaranya penyakit kelamin ataupun dari HIV dan AIDS. Kemarin belum lama kita ini memepringati hari AIDS sedunia dengan tujuan supaya kita tidak melaksanakan aktivitas sex di luar nikah. Sudah banyak bukti Allah mengazab manusia-manusia yang berprilaku free sex, yang melakukan aktvitas sex di luar nikah dengan penyakit yang sangat luar biasa dan belum pernah terdengar obatnya dari penyakit AIDS.

  1. Pernikahan mempunyai fungsi selektifitas.

Oleh karena itu sebaiknya dihindari, betul seorang bapak mempunyai otoritas untuk mengawinkan anaknya, tapi di zaman sekarang ini kita harus bias selektif dalam memilih calon untuk menjadi calon suami puteri kita dan terlebih dahulu harus dimusyawarahkan terlegih dahulu dengan anak kita demi menyangkut kebahagiaannya kelak. ANjuran musyawarah ini dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. Ketika datang kepadanya yang diperintahkan untuk menyembelih anaknya yaitu nabi Ismailas. Nabi Ibrahim masih meminta pendapat anaknya walaupun sudah pasti benar adanya. Begitupun dengan kita harus selalu bermusyawarah dalam emnetapkan sesuatu apalagi masalah pernikahan yang menyangkut kebahagiaan putera-puteri kita.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، أَقُولُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِين، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KeduaKhutbah Jumat

اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْوَهَّابِ، اَلْجَبَّارِالتَّوَّابِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ الصَّلاَتَ مِفْتَاحًا لِكُلِّ بَابٍ، فَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي مَنْ نَظَرَ إِلَي جَمَالِهِ تَعَالَي بِلاَ سِطْرٍ وَلاَ حِجَابٍ وَعَلَي جَمِيْعِ اْلآلِ وَاْلأَصْحَابِ وَكُلُّ وَارِثٍ لَهُمْ إِلَي يَوْمِ الْمَآبِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهِ... أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ الله تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ). أما بعد.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah…

Pernikahan dalam Islam itu dianjurkan seyogyanya adalah dipilih karena faktor agama. Memilih pasangan hidup itu semestinya juga harus didasarkan atas faktor agama. Sebagaimana hadits rasulullah saw

“ Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena kecantikannya, karena hartanya, karena keturunannya dan karena agamanya. Maka akan amat sangat bahagia kalau memilih isteri karena factor agamanya kalau tidak, maka tangnnmu akan berlumuran tanah( akan sengsara ) ( Muttafaq alaih ).

Sekarang yang berkembang dimasyarakat adalah pernikahan lintas agama walaupun ada yang membolehkan laki-laki muslim menikah dengan wanita non muslim ( ahli kitab ), tapi Abdullah bin Ubay pernah mengatakan : Dia tidak pernah melihat adanya perempuan yang lebih musyrik daripada perempuan yang mengatakan bahwa Tuhan itu ada tiga, Tuhan bapakl, Tuhan anak, dan roh Kudus, Artinya diantara ahli kitab itu teologinya jauh lebih musyrik daripada orang-orang musyrik. Sedangkan AL-Quran menjelaskan bahwa menikahiorang-orang musyrik itu dilarang ( tidak boleh ). Jadi, jangan sampai laki-laki muslim menikahi wanita-wanita ahlul kitab dan wanita-wanita musyrik dan apalagi wanita muslimah jangan sekali-kali dinikahkan dengna laki-laki yang msuyrik. Pernikahan lintas agama lambat laun sudha merambah masyarakat kita terlebih-lebih dikalangan selebritis kita.

Kemudian kalau kita menikah, sebaiknya kalau ada carilah yang masih gadis, karena barang second itu berbeda kualitasnya dengna barang yang masih orisinil. Dan juga didikan mental mantan suaminya terdahulu masih melekat dalam dirinya sehingga butuh waktu untuk merubahnya. Kemudian usahakan kalau mencari isteri itu harus orang asing. Artinya bukan orang bule tapi orang yang bukan masih dalam lingkungan kweluarga. Karena kalau nanti bercerai itu bukan hanya menjadi masalah suami isteri tapi juga akan menjadi masalah keluarga.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!

Khutbah Jumat (Hikmah Penciptaan)

Hikmah Kontroversi Penciptaan

Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., M.Sh.


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى أَيْضًا: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah…

Al-Qur’an sedikit sekali berbicara tentang kejadian alam (kosmogoni). Mengenai metafisika penciptaan alam, al-Qur’an hanya mengatakan bahwa alam semesta beserta segala sesuatu yang hendak diciptakan Allah, tercipta sekedar dengan firman-Nya: “Jadilah!” (2:117; 3:47; 6:73; 16:40; 19:35; 36:82; 40:68). Bertitik tolak dari sinilah, para ilmuwan maupun agamawan mencoba menjelaskan terjadinya proses penciptaan alam semesta.

Walaupun al-Qur’an hanya sedikit berbicara mengenai kosmogoni, tetapi al-Qur’an berulang-ulang kali menjelaskan mengenai alam dan fenomena alam yang dihubungkan dengan Allah, manusia, ataupun dengan keduanya. Pernyataan-pernyataan itu umumnya menggambarkan kekuasaan serta kebesaran Allah yang tak terhingga dan menyerukan manusia untuk beriman kepada-Nya, atau menggambarkan belas kasih-Nya yang tak terhingga dan menyerukan manusia agar bersyukur kepada-Nya.

Abu Raihan al-Bairuni, ilmuwan muslim yang hidup abad X dan rajin mengukur berat jenis berbagai benda, adalah orang pertama yang menyatakan, fenomena gravitasi di bumi sama dengan yang ada di langit. Dialah yang mengatakan, model alam Ptolomeus yang geosentris secara fisis tidak masuk akal. Karena langit yang begitu besar dengan bintang yang katanya menempel padanya dinyatakan berputar mengelilingi bumi sebagai pusat. Ia bahkan menyebutkan kemungkinan adanya orbit yang eleptik pada planet dalam komunikasinya dengan Ibn Sina. Ketika enam abad kemudian Jhon Kepler berhasil menemukan hubungan antara waktu edar planet-planet dengan sumbu utama elips masing-masing, maka muncullah pada abad ke-17 karya Isac Newton “Principia” yang berisi teori gravitasi. Sejak itu orang mengetahui apa kendala yang mengekang planet-planet tata surya untuk bergerak mengelilingi matahari.

Selanjutnya, konsepsi Astro-Fisika yang menyatakan, langit atau ruang alam ini tidak terbatas dan besarnya tidak terhingga. Sebab kalau ia terbatas, bintang-bintang dan galaksi yang ada di tepi akan merasakan gaya tarik gravitasi, sehingga lama kelamaan benda-benda langit itu akan mengumpul di sekitar pusat tersebut. Pada abad ke-17, Isac Newton menyatakan, alam ini kekal adanya. Adapun reaksi yang dialaminya, baik kimia maupun fisika, masanya tidak pernah hilang atau hanya akan berubah menjadi energi yang setara. Konsepsi bahwa alam ini kekal (baqa) dan kadîm (terdahulu), nyata tak mengakui adanya Sang Pencipta. Konsepsi ini didukung oleh Laviesac sekitar abad ke -18 dan diperluas oleh Einstein, sehingga menjadi hukum kekekalan massa dan energi. Dalam hal ini, Einstein masih percaya pada kebenaran konsepsi lama.

Tahun 1929 terjadi peristiwa penting yang menjadi awal pergeseran pandangan di kalangan para ahli tentang penciptaan alam, yang mengubah secara radikal konsepsi para fisikawan mengenai munculnya alam semesta. Pada tahun itu juga, Huble yang menggunakan teropong bintang terbesar di dunia melihat galaksi-galaksi di sekeliling kita, yang menurut analisis terhadap spektrum cahayanya tampak menjauhi planet kita dengan kelakuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi; yang terjauh bergerak paling cepat meninggalkan kita. Kejadian ini merupakan pukulan berat bagi Einstein, karena observasi Huble itu menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis (kekal), melainkan merupakan alam yang dinamis seperti kata Freidman.

Melalui perhitungan mengenai perbandingan jarak dan kelajuan gerak setiap galaksi yang teramati, para fisikawan dan kosmolog menarik kesimpulan bahwa semua galaksi di jagad raya ini semula terpadu dengan galaksi kita, Bima Sakti, kita-kira 15 miliar tahun yang lalu.

Karena tidak mungkin alam ini berkumpul di suatu tempat dalam ruang alam tanpa meremas diri dengan gaya gravitasinya yang sangat kuat, sehingga volumenya mengecil menjadi titik. Maka, disimpulkan, “Dentuman Besar (big-bang)” itu terjadi ketika seluruh materi kosmos terlempar dengan kecepatan yang sangat tinggi, keluaran dan keberadaannya dalam volume yang sangat kecil. Alam semesta lahir dari sebuah singularitas dengan keadaan ekstrim.

Apabila kita membandingkan konsep fisika tentang penciptaan alam ini dengan al-Qur’an, kita dapat memeriksa apa yang dinyatakan dalam ayat 30 surah al-Anbiyâ’;

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit (ruang alam) dan bumi (materi alam) itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.”

Keterpaduan ruang dan materi seperti dinyatakan ayat ini hanya dapat dipahami jika berada di suatu titik; singularitas fisis yang merupakan volume berisi seluruh materi. Pemisahan mereka terjadi dalam satu ledakan dahsyat yang melontarkan materi ke seluruh penjuru ruang alam yang berkembang dengan sangat cepat, sehingga tercipta universum yang berekspansi.

Selanjutnya mengenai ekspansi alam semesta yang menaburkan materi paling tidak sebanyak 100 miliar galaksi, yang setiap galaksi berisi 100 miliar bintang itu, al-Qur’an menerangkannya dalam ayat 47 surat al-Dzariyat:

وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ

Dan langit (ruang alam) itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”

Dari ayat di atas nyatalah bahwa yang mampu melemparkan kira-kira 10.000 miliar bintang yang masing-masing massanya sekitar massa matahari, hanyalah sesuatu yang mempunyai kekuatan yang maha dahsyat (Tuhan). Kenyataan ini menggusarkan para fisikawan yang ingkar akan adanya Sang Pencipta.

Beberapa fisikawan mencoba mengelakkan penciptaan alam ini dengan melontarkan teori-teori alam yang berosilasi, yaitu alam semesta berkembang kempis, yang meledak dan berekspansi untuk kemudian mengecil berulang-ulang tanpa awal dan tanpa akhir, namun kosmos yang berkeadaan seperti ini tidak dibenarkan secara termodinamis.

Usaha lain adalah dengan mengemukakan teori alam yang ajeg, yang mengatakan bahwa galaksi boleh terbang ke seberang sana, tetapi ruang yang ditinggalkannya diisi oleh materi lain; namun teori ini tidak berlaku setelah Wilson dan Penzias (1964) dalam observasinya ke segenap penjuru alam menemukan sisa-sisa kilatan dentuman-besar yang terjadi sekitar 15 miliar tahun lalu.

Pandangan Agamawan

Dalam memformulasikan penciptaan alam semesta ini, umat Islam terpecah menjadi dua kelompok; yaitu Teolog Asy’ariyah yang bercorak tradisional dan Teolog Mu’tazilah yang bercorak rasional. Kaum Asy’ariyah berpendapat, alam semesta ini adalah hadis (diciptakan Allah dari tiada secara langsung). Alam semesta, menurut mereka, tidak berasal dari sesuatu, hakikat, jauhar, maupun ‘aradh, tetapi diciptakan dari nihil menjadi ada (cretio ex nihilo) dengan kodrat dan iradat-Nya. Konsep ini selaras dengan prinsip mereka, la qadama illa Allah, tidak ada yang kekal selain Allah. Implikasi dari kadimnya alam, menurut mereka, membawa kepada paham politheisme dan atheisme . Politheisme karena alam semesta juga dianggap Tuhan. Dikatakan atheisme, karena alam semesta tidak diciptakan atau tidak perlu adanya Pencipta.

Sebaliknya, Teolog Mu’tazilah berpendapat bahwa alam semesta ini diciptakan Allah dari sesuatu yang telah ada yang disebut ma‘dûm (sesuatu, zat, dan hakikat). Bahkan ada yang mengatakan, alam ma‘dûm ini telah mempunyai wujud, hanya saja belum mempunyai sûrah (bentuk) seperti alam empiris. Konsep ini selaras dengan pandangan mereka bahwa tiada atau nihil tidak mungkin bisa menjadi sesuatu yang ada; yang terjadi adalah sesuatu yang telah ada berubah menjadi sesuatu yang ada dalam bentuk lain (sûrah).

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، أَقُولُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِين، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua

اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْوَهَّابِ، اَلْجَبَّارِالتَّوَّابِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ الصَّلاَتَ مِفْتَاحًا لِكُلِّ بَابٍ، فَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي مَنْ نَظَرَ إِلَي جَمَالِهِ تَعَالَي بِلاَ سِطْرٍ وَلاَ حِجَابٍ وَعَلَي جَمِيْعِ اْلآلِ وَاْلأَصْحَابِ وَكُلُّ وَارِثٍ لَهُمْ إِلَي يَوْمِ الْمَآبِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهِ... أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ الله تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ). أما بعد.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah…

Sejalan dengan filsafat emanasi Islam, dinyatakan bahwa alam semesta ini kadîm dari sisi zamannya, karena ia diciptakan Tuhan dari bahan yang sudah ada semenjak zaman azali dan tidak didahului oleh zaman. Sedangkan dari sisi zat, karena ia diciptakan Tuhan, maka alam semesta bersifat baru, sebab menurut filosof, implikasi kadîm tidak akan membawa kepada paham politheisme dan atheisme. Karena ia bukan Tuhan dan kadîmnya alam tidak sama dengan kadîmnya Tuhan, sedangkan keberadaannya diciptakan oleh Tuhan dan Tuhan adalah Pencipta alam semesta ini.

Oleh karena itu, alam semesta sebagai pertanda adanya Tuhan, maka disebut sebagai ayat (tanda kebesaran Tuhan) yang menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia. Salah satu pelaharan dan ajaran yang dapat diambl manusia adalah keserasian dan ketertiban perputaran alam. Hal ini mengisyaratkan bahwa tanpa adanya Sang Pencipta itu semua tidak bisa terwujud. Dalam bahasa al-Qur’an, alam disebut muslim, karena seiap sesuatu yang berada di dalamnya (kecuali manusia yang dapat menjadi muslim atau tidak menjadi muslim) menyerah kepada kehendak Allah, sampai pada batas yang telah ditentukan alam ini akan hancur. Allah Swt. berfirman:

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (Q.S. ‘Âli ‘Imrân, 3: 83).

ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ

Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati (tunduk dan pasrah)’.” (Q.S. Fushshilat, 41: 11).

Kedua ayat ini menjelaskan bahwa alam semesta beserta isinya (selain manusia) tunduk patuh dan berserah diri kepada Allah Swt., maka apakah pantas manusia yang notabene makhluk lemah dan kecil, bersikap menyombongkan diri dan tidak patuh kepada Allah Swt?! Wallahu a’lam bisshawab

ِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!

Selasa, Februari 03, 2009

Khutbah Jumat (Hakikat Mensyukuri Nikmat)

HAKIKAT MENSYUKURI NIKMAT

Oleh : Marhadi Muhayar, Lc., M.Sh.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الْعَزِيْزِ الْغَفُوْرِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ فِي اْلإِسْلاَمِ الْحَنِيْفِ الْهُدَي وَالنُّوْرِ، اَلَّذِيْ قَالَ: (وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ)، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَي حَمْدَ مَنْ نَظَرَ فَاعْتَبَر، وَكَفَّ عَنِ الْمَسَاوِيءِ وازْدَجَر، وعَلِمَ أَنَّ الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِدَارِ مَقََرٍّ، وَأَشْهَدُ أَن لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَلَقَ الْخَلاَئِقَ وَأَحْكَامَهَا، وَقَدَّرَ اْلأَعْمَارَ وَحَدَّدَهَا، وَهُوَ بَاقٍ لاَ يَفُوْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَمَرَ بِتَذْكِيْرِ الْمَوْتِ وَالْفَنَاءِ، وَاْلاِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ الْبَعْثِ وَالْجَزَاءِ.

اَللَّهُمَّ صَلِّيْ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمَرْسَلِيْنَ وَعَلَي آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ اْلأَخْيَارِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah…

Kalau kita berbicara sekitar syukur, nampaknya bukan soal yang baru bagi kita, bagi kita yang biasa hadir di majlis-majlis ilmu, itu sering sekali mendengar kajian-kajian seputar syukur, akan tetapi syukur yang akan di kaji pada kesempatan ini adalah hakikat syukur menurut al Quran dan hadits.

Syukur secara umum artinya berterima kasih, kalau syukur kepada Allah artinya berterimakasih kepada Allah swt. Mengapa kita harus syukur kepada Allah ( berterimakasih kepada Allah ) ? Karena kita sebagai hamba Allah sadar betul bahwa hidup di dunia ini semuanya dari Allah swt. Dari mulai keberadaan kita di dunia adalah hakikatnya adalah karena Allah lalu syaraitnya karena kedua orang tua kita. Kalau Allah tidak menghendaki kita berada di dunia ini, niscaya kita tidak akan ada, tapi karena Allah menghendaki kita berada di dunia ini, menciptakan kita, menghidupkan kita sebagai manusia maka kemudian ibu kita mengandung setelah melangsungkan pernikahan dan melaksanakan kewajiban bathiniyah lalu hamil dan jadilah kita. Tapi semata-mata keberadaan kita ini bukan kehendak ibu bapak kita, Allah lah yang punya kehendak. Oleh karena itu, maka patutlah kita berterima kasih kepada Allah dan itupun baru dari satu sisi, dan masih banyak sisi lain yang belum sempat kita ungkap.

Allah memperingatkan kepada kita dengan peringatan yang cukup keras, sebagaimana dikatakan dalam salah satu ayat al Quran :

“ Dan ingatlah tatkala Allah swt memberitahukan, hai segenap manusia, Aku beritahukan kepada kamu sekalian, jika kamu bersyukur atas nikmat-nikmat Ku niscaya Aku tambah karunia Ku. Tapi jika kamu kufur atas karunia yang Aku berikan, ketahuilah adzab Ku sangat pedih “.

Inilah letak kerasnya peringatan Allah. Kenapa Allah tidak menggunakan kalimat : Kalau kalian tidak bersyukur, Aku tidak kasih lagi “, Kenapa tidak begitu ? Tapi justru kalimatnya “ Kalau kalian tidak bersyukur kepada Ku, maka tunggulah adzab Ku “. Karena apa ? Karena kalau manusia di beri nikmat sering lupa diri. Padahal manusia adalah makhluk yang segala-galanya diberi oleh Allah swt, tetapi makhluk itu tidak tahu terimakasih. Jadi, disini terkandung didikan sopan santun. Di ayat lain ada yang menerangkan isi kandungannya berkaitan dengan syukur yakni surat al Baqarah ayat 28

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkannya kembali, kemudian kepadanyalah kamu dikembalikan “ ( QS. AL Baqarah : 28 ).

Bagaimana kamu bisa kufur kepada Allah, bisa tidak berterimakasih kepada Allah, padahal tadinya kita tidak ada di dunia ini. Allah sesungguhnya punya kekuasaan penuh terhadap manusia. Kalau Allah menciptakan kita ini sebagai binatang. Kita pasti jadi binatang, sebab semua yang ada di muka bumi ini adalah ciptaannya . Berjuta-juta manusia, berjuta-juta pohon, berjuta-juta hewan, berjuta-juta hewan, berjuta-juta binatang sehingga Allah tantang manusia dalam satu ayatnya

Jika kamu ingin menghitung-hitung nikmat Ku, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya “.

Sebagai bukti kekuasaan Allah, manusia diciptakan dari zat yang satu yaitu air nutfah. Tetapi memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya sekalipun begitu banyaknya Allah ciptakan manusia. Pernahkah kita berfikir sampai kesitu ? Kadang-kadang hal-hal seperti itu lewat saja dari benak kita, padahal kalau kita hayati maha besar Allah dengan salah satu buktinya dia menciptakan manusia dalam jumlah bukan ratus dan ribu, tapi berjuta-juta manusia, adakah yang sama diantara sekian banyak itu ?, barangkali ada kemiripan diantara mereka yang lahir kembar, tapi banyak sekali perbedaan-perbedaannya. Ini merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, belum lagi kalau berbicara seputar darah manusia. Secara global darah manusia ada yang golongan darahnya A, golongan darah O, Golongan darah B, tetapi darah itu sendiri berbeda-beda, itu semua Allah ciptakan sebagai tanda kekusaannya yang ditujukan kepada manusia agar manusia bisa menghayati dan memahami bahwa semua yang ada pada diri kita, Ini adalah hakikatnya dari Allah swt. Karena itulah peringatan Allah swt yang terdapat dalam ayat diatas.

Syukur itu bermacam-macam, sekurang kurangnya ada tiga jenis syukur :

1. Syukur Bil lisan ( syukur yang diucapkan dengan lisan ).

Artinya syukur yang diucapkan dengan lisan. Kita berterimakasih kepada Allah dengan lisan. Di dalam surat Ad Duha ayat 11 diceritakan

“ Dan terhadap nikmat Tuhanmu ,maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya dengan bersyukur “ ( QS. Ad Duha : 11 ).

Tidak sedikit orang yang diberikan rizki tapi tetap saja “ ngedumel “, ini menunjukan bahwa dia tidak bersyukur kepada Allah swt. Semestinya sebagai seorang Muslim harus menghindari dari sikap dan sifat “ ngedumel “ tadi, seharusnya lebih ditekankan bagaimana sikap yang mengapresiasikan kepada orang lain agar orang lain terdorong untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada dirinya sebesar apapun itu. Dengan cara menceritakan kepada orang lain atas apa yang telah Allah rizkikan terhadap dirinya, itupun sudah termasuk ungkapan syukur dan terimakasih kepada Allah, asalkan tidak ada niatan untuk sombong dan pamer apa yang telah di raih, Berkat cerita itu pula mudah-mudahan orang lain termotivasi untuk sama-sama pandai bersyukur.

2. Syukur Bilqolbi ( Syukur di dalam hati ).

Apa syukur kepada Allah dengan hati ? Yaitu dengan cara banyak berdzikir kepada Allah, hati kita banyak mengungkapkan terimakasih kepada Allah. Berterimakasih melalui hati yaitu berterimakasih kepada Allah antara kita pribadi dengan Allah swt. Ya Allah, Alhamdulillah dalam keadaan sulit, saya masih bisa makan. Ya Allah, Alhamdulillah dari sekian banyak orang, saya diberikan sehat sehingga masih bisa datang ke pengajian. Ya Allah, Alhamdulillah saya masih bisa mendirikan shalat sambil berdiri sementara ada orang yang mengerjakan shalat sudah tidak bisa berdiri. Hendaklah apa yang bisa kita lihat dijadikan sebagai pantulan. Ibarat orang yang naik sepeda, Alhamdulillah saya masih bisa naik sepeda sementara orang lain terpaksa jalan kaki karena tidak punya sepeda. Untuk itulah kita harus terus bersyukur karena yang dilihat oleh kita adalah orang-orang yang ada dibawah kita. Sebab agama juga mengajarkan “ Hendaklah kalian semua bersyukur kepada Allah, di dalam ilmu hendaklah kalian lihat di atas kamu, sementara di dalam harta hendaklah kalian melihat di bawah kamu “. Kalau ibarat orang kerja, lihatlah orang yang pasang genteng, dia selalu melihat ke bawah. Jangan melihat orang yang gali sumur yang selalu melihat ke atas. Itu pilsafat sederhana tapi boleh juga sebagai nalar kita. Artinya, kalau dalam masalah ilmu, lihatlah yang lebih pintar dari kita, tapi kalau dalam materi, kata Rasulullah saw hendaklah lihat orang yang ada di bawah kita.

Didikan-didikan seperti disebutkan diatas, apabila kita teladani maka hidup kita akan lebih terkontrol, sebab hakikatnya orang yang bersyukur kepada Allah adalah orang yang mampu mengendalikan karunia dari Allah ke jalan yang Allah ridhai pula. Jadi orang yang bersyukur itu berarti dia mampu mengendalikan hidupnya. Sebab, ujian dan cobaan orang yang mendapatkan karunia itu biasanya muncul sifat sombong, takabur. Sombong karena merasa hartanya banyak, sombong karena merasa ilmunya tinggi, sombong karena merasa tidak sakit, itu adalah ujian-ujian bagi yang mendapatkan karunia banyak. Dan menghadapi ujian yang paling berat adalah menghadapi ujian yang diberikan karunia. Kalau menghadapi kesusahan biasanya kita masih bisa tabah, menghadapi sakitpun biasanya masih bisa sabar.

Rasulullah saw mengatakan : “ Yang saya takutkan pada umatku adalah dia hidup dalam kecukupan “. Jadi nabi bukan takut melihat umatnya miskin, tapi justru takut melihat umatnya kalau umatnya jadi orang kaya, sebab orang kaya cenderung mudah dipengaruhi sifat-sifat ria, sombong, takabur, lupa kepada Allah swt. Kalau orang bersyukur kepada Allah, itu merupakan pengendalian itu dari Allah. Walaupun dia insinyur, pengusaha, bintang film, semua yang diperoleh itu datangnya dari Allah. Tapi sebaliknya kalau orang itu tidak bersyukur merasa apa yang telah diraihnya adalah hasil usaha dan kerja kerasnya sendiri, tanpa introspeksi diri.

Ada seorang pengusaha yang telah sukses, dia merasa apa yang telah diraihnya semata-mata perjuangan dan kerja kerasnya sendiri sampai dumpamakan kaki jadi kepala dan kepala menjadi kaki. Padahal dari sisi syariat bahwa kesuksesannya adalah amanat dari Allah, tanpa Allah memberikan rizki kepadanya mustahil usahanya bisa sukses. Sekalipun tidur di kolong jembatan, sian dijadikan malam dan malam dijadikan siang, tak kenal hujan tak kenal angin, tetapi kalau Allah belum memberikan rizki tetap saja susah, miskin. Semua harus kita sadari bahwa setiap yang datang kepada kita adalah berkat ridha dari Allah, berkat adanya anugerah dan pemberian dari Allah swt.

3. Syukur Biljawarih (melalui anggota badan kita/amaliyah ).

Artinya, karunia yang Allah berikan itu kita jalankan sesuai dengan jalan yang dikehendaki Allah. Diberi rizki digunakan untuk bekal ibadah, misalnya pergi ke tanah suci, membantu orang-orang miskin. Bukan sebaliknya rizkinya dipergunakan untuk hura-hura dan poya-poya, melakukan perbuatan-perbuatan yang berlebihan. Ada orang yang kebetulan rizkinya cukup, mau makan saja harus ke Singapura, makan malam ke hongkong padahal itu sudah termasuk berlebihan. Ada lagi seorang direktur punya mobil sampai 14. Memang isterinya ke mana-mana pakai mobil, anak-anaknya sekolah pakai mobil, dianya sendiri pakai mobil, kalau dihitung-hitung itu baru tiga mobil saja yang di pakai. Berarti dalam hidupnya masih ada rasa pamer apa yang dimiliki.

Jadi, bagaimana kita bisa mengendalikan karunia yang Allah berikan untuk dipergunakan di jalan-jalan yang diridhai oleh Allah. Bagaimana pula membelanjakan rizki tersbut agar tepat guna dan bermanfaat serta bernilai ibadah.

Syukur anggota badan kita atau refleksi badan kita adalah melaksanakan apa yang dikehendaki oleh yang memberi, sebab Allah memberikan segala-galanya kepada kita itu supaya bisa mengambil manfaatnya,mengambil nikmatnya, jangan karunia yang Allah berikan itu di salah gunakan, jangan kita di kasih tangan buat mencuri, jangan kita di kasih kaki pergi ke tempat-tempat yang tidak bagus, jangan kita di kasih harta buat sombong. Jadi, semua itu kita kembalikan kepada kehendak yang memberi kepada kita. Karena itulah, Allah swt memberikan pernyataan kepada kita.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، أَقُولُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِين، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتًهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ؛

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah…

Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur'an:

Barang siapa orang yang bersyukur atas karunia Allah, maka sesungguhnya dia telah bersyukur untuk dirinya sendiri “Seperti kita memberi uang kepada peminta-minta, itu pada hakikatnya memberi terhadap diri kita sendiri karena kita akan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat ganda atas apa yang kita kasih itu dan di sisi Allah kita termasuk orang yang mulia. Amin ya rabbal alamin. Wallahu a’lam.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!

Makalah & Artikel Keislaman

DUNIA LADANG AKHIRAT

Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., M.Sh.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu ( kebahagiaan ) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dari ( kenikmatan ) duniawi dan berbuat baiklah ( kepada orang lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” ( QS. Al-Qasshash 28 : 77 )

Islam bukanlah penghalang untuk meraih kebahagiaan duniawi. Islam tidak hanya berbicara tentang akhirat. Islam tidak hanya melulu berbicara masalah surga dan neraka, tetapi Islam justru membagi porsi yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat. Karena itulah maka dalam konsepsi Islam, baik dan buruk perbuatan manusia dalam kehidupan duniawi akan berdampak pada kehidupan akhiratnya. Ia harus dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan duniawinya di akhirat kelak. Sekecil apapun baik-buruk perbuatan manusia selama di dunia akan dapat disaksikan hasilnya di akhirat kelak dan sedikitpun tidak akan dirugikan di hadapan Yang Maha Adil.

Pesan yang disampaikan firman di atas ( Al-Qasshash 28 : 77 ) memberitahu manusia bahwa akhiratlah tujuan utama, karena ia abadi dibanding dunia yang sifatnya hanya sementara dan penuh tipuan ( Zinatun / aksesoris ). Meskipun demikian, peruntungan kehidupan dunia tidak boleh dilupakan karena tahapan kehidupan duniawi harus dilewati manusia, namun manusia sangat diperingatkan untuk berhati-hati dengan kehidupan dunia, karena kehidupan dunia hanyalah suatu ujian dari Allah SWT. Adanya kehidupan dunia bahkan kematian sebenarnyalah merupakan bentuk ujian untuk menentukan peringkat manusia siapa yang paling baik amalnya di sisi Allah SWT

“ Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya ”.

Untuk itu dalam kehidupan dunia yang bersifat sementara ini Allah memberikan resep kepada manusia untuk senantiasa berbuat baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada manusia dengan karunia nikmat-Nya yang berlimpah tak terhitung.

“ Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya ”.

Semua kebutuhan hidup manusia di dunia sebagai persiapan kehidupan di akhirat tersedia secara cukup dengan catatan tentu saja Allah SWT tidak menyediakan semua “keinginan“ manusia. Perbuatan (amal baik) inilah yang akan menemani sekaligus membela manusia saat tiada lagi pembelaan di hari pengadilan sejati. Perbuatan baik yang dilakukan seseorang, tidak hanya bermanfaat pada dirinya, tetapi juga akan bermanfaat kepada lingkungan sekitarnya. Tidak heran kalau Rasulullah kemudian menegaskan :

“ Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak dapat memberi manfaat kepada manusia lainnya “

Seiring dengan amal kebajikan yang harus senantiasa dikerjakan manusia, pada saat yang sama ia pun harus menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bersifat merusak (destruktif). Aktivitas destruktif yang dilakukan manusia selain tidak bermanfaat, selain menyebabkan kerugian pada diri sendiri juga akan berakibat pada rusaknya lingkungan sosial, flora dan fauna. Keseimbangan pada lingkungan alampun pasti akan terkena dampaknya pula. Berapa banya kerusakan di alam ini karena ulah manusia sebagaimana diungkapkan ayat berikut :

“ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka, sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Manusia harus bertanggung jawab atas amal perbuatan yang ia lakukan. Karunia nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada manusia harus disyukuri dengan cara memanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan orang lain, sekaligus menjaganya dari kerusakan. Di akhirat kelak, semua nikmat yang telah diterima harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

“ Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).”

Semakin jelas kiranya bahwa kehidupan di dunia terkait erat dengan kehidupan akhirat. Kalau kita tidak ingin menjadikan hari akhirat kita menjadi kelabu karena keburukan yang kita lakukan di dunia, maka kebajikanlah satu-satunya amal saleh yang harus dilakukan di dunia. Kita tentu tidak sejalan dengan konsep kelompok materialis, komunis dan lain-lainnya dari kalangan Ateis Kuno maupun Modern yang tidak percaya kepada akhirat, Hisab dan balasan surga atau neraka sebagaimana diungkapkan Allah SWT dalam Al-Qur’an :

“ Kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.”

Tidak dahulu tidak sekarang, selalu ada orang-orang yang menganggap hidup ini adalah segala-galanya, permulaan dan penghabisan, yang pertama dan yang terakhir, tidak ada selain itu. Jika begitu adanya, lalu untuk apa penciptaan makhluk ini? Untuk apa hidup ini? Jika dunia ini berakhir begitu saja tanpa ada kehidupan sesudahnya, tidak ada kebangkitan kembali, tidak ada hisab, yang merampok biarlah merampok, yang mencuri biarlah mencuri, yang zhalim biarlah berbuat zhalim, yang membunuh biarlah membunuh, yang sewenang-wenang biarlah berbuat sewenang-wenang, jika lembaran kehidupan berlalu begitu saja tanpa ada pembalasan terhadap seseorang, lalu dimanakah letak keadilan dan hikmah? Sebagian manusia lari dari keadilan dunia. Lalu dimanakah keadilan langit? Banyak manusia yang lari dari keadilan dunia. Lalu tidak adakah keadilan yang lain? Bahkan ada orang yang membuat ketentuan hukum sendiri di dunia, menjaganya dan mengangkat orang-orang untuk menjaganya. Mereka tidak mendapatkan pembalasan apa-apa di dunia. Apakah tidak ada keadilan lagi? Jika di sana tidak ada akhirat, maka tidak akan ada keadilan.

Ada orang-orang yang menegakkan kebenaran, berbuat kebaikan, menghadang kezhaliman, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Lalu ada orang-orang yang berbuat sewenang-wenang yang mengumumkan perang terhadap mereka, menyiksa, melibas dan membunuhi mereka. Apakah mereka bisa dibenarkan? Apakah imbalan dari penindasan yang diterima orang-orang yang menegakkan kebenaran dan keadilan dunia, jika di sana tidak ada kehidupan yang lain setelah kehidupan dunia? Apakah permasalahannya berakhir dengan kemenangan orang-orang batil dan zhalim, kebinasaan orang-orang yang membela kebenaran dan keadilan? Ketika kita masih hidup di dunia memang kita memiliki kebebasan untuk memilih

“ Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.”

Dengan kebebasan untuk memilih ini, mari sebagai sesama muslim kita bertausiyah satu dengan yang lain untuk selalu komitmen dengan Aqidah kita. Kita jadikan kehidupan dunia ini dan amal perbuatan yang kita lakukan senantiasa bermanfaat. Kita yakin bahwa “ Dunia adalah sawah ladang kehidupan hari akhirat kelak “.

Tanamilah dengan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat berupa amal kebajikan dan pupuklah senantiasa dengan Iman dan Taqwa. Allah SWT, Rasulullah SAW dan orang-orang yang beriman akan terus memperhatikan amal kita :

“ Dan katakanlah, “ Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Keadilan dan kebenaran mutlak yang tidak mungkin didapat di dunia Insya Allah akan ditemukan di hari akhirat. Di akhirat akan ada pembalasan yang adil, apa yang dikerjakan setiap orang harus mendapatkan balasan, jika baik balasannya juga baik dan jika buruk balasannya juga buruk.

“ Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula.”

Di sana keadilan Ilahi dan Qishash atau pembalasan yang setimpal akan ditegakkan. Maha Suci Allah atas segala firman-Nya. Wallahu a’lamu bisshawab.

Maraji’/referensi:

  1. Al-Quranulkarim, Terjemah Depag RI
  2. Al-Jami’ Al-Shaghir
  3. Fathurrahman lithalibi ayatil Qur’an
  4. Khutbah-khutbah Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi